|
Foto dari "http://www.pdii.lipi.go.id/read/2012/10/18/hukum-perikatan-law-of-obligations.html" |
A. Istilah dan Pengertian
Asal kata perikatan dari obligatio
(latin), obligation (Perancis, Inggris) Verbintenis (Belanda = ikatan atau
hubungan). Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:
Perikatan: masing-masing pihak saling
terikat oleh suatu kewajiban/prestasi(Dipakai oleh Subekti dan Sudikno)
Perutangan: suatu pengertian yang
terkandung dalam verbintenis. Adanya hubungan hutang piutang antara para pihak
(dipakai oleh Sri Soedewi, Vol Maar, Kusumadi).
Perjanjian (overeenkomst): dipakai
oleh (Wiryono Prodjodikoro)
Hukum perikatan adalah hubungan hukum
antara dua orang atau lebih yang terletak di dalam bidang harta kekayaan di
mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi suatu prestasi.
B. Unsur-unsur perikatan
Hubungan hukum (legal relationship)
Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak
(parties)
Harta kekayaan (patrimonial)
Prestasi (performance)
Ad. 1. Hubungan hukum
Hubungan yang diatur oleh hukum;
Hubungan yang di dalamnya terdapat hak
di satu pihak dan kewajiban di lain pihak;
Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajiban, dapat dituntut pemenuhannya
Hubungan hukum dapat terjadi karena :
Kehendak pihak-pihak
(persetujuan/perjanjian)
Sebagai perintah peraturan perUUan
Dasar hukum Pasal 1233 KUHPdt
“tiap-iapt perikatan dilahirkan karena persetujuan baik karena UU”.
Contoh A berjanji menjual sepeda motor
kepada B Akibat dari janji, A wajib menyerahkan sepeda miliknya kepada B dan
berhak menuntut harganya sedangkan B wajib menyerahkan harga sepeda motor itu
dan berhak untuk menuntut penyerahan sepeda.
Dalam contoh diatas apabila salah satu
pihak tidak memenuhi kewajiban maka hukum “memaksakan” agar kewajiban-kewajiban
tadi dipenuhi.
Perlu dicatat tidak semua hubungan
hukum dapat disebut perikatan. Contoh kewajiban orang tua untuk mengurus anaknya
bukanlah kewajiban dalam pengertian perikatan.
Artinya adalah setiap hubungan hukum
yang tidak membawa pengaruh terhadap pemenuhan kewajiban yang bersumber dari
harta kekayaan pihak yang berkewajiban tidaklah masuk dalam pengertian dan
ruang lingkup batasan hukum perikatan.
Ad. 2. Pihak-pihak (subjek perikatan)
Debitur adalah pihak yang wajib
melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban)
Kreditur adalah Pihak yang berhak
menuntut pemenuhan suatu prestasi atau pihak yang memiliki piutang (hak)
Pihak-pihak (debitur kreditur) tidak
harus “orang” tapi juga dapat berbentuk “badan”, sepanjang ia cakap melakukan
perbuatan hukum.
Pihak-pihak (debitur kreditur) dalam
perikatan dapat diganti. Dalam hal penggantian debitur harus sepengatahuan dan
persetujuan kreditur, untuk itu debitur harus dikenal oleh kreditur agar
gampang menagihnya misalnya pengambilalihan hutang (schuldoverneming) sedangkan
penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak.
Seorang kreditur mungkin pula
mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur baru, hak mana adalah
merupakan hak-hak pribadi yang kwalitatif (kwalitatiev persoonlijke recht),
misalnya A menjual sebuah mobil kepada B, mobil mana telah diasuransikan kepada
perusahaan asuransi. Dengan terjadinya peralihan hak milik dari A kepada B maka
B sekaligus pada saat yang sama B mengambil alih juga hak asuransi yang telah
melekat pada mobil tersebut. Perikatan yang demikian dinamakan perikatan
kwalitatif dan hak yang terjadi dari perikatan demikian dinamakan hak
kwalitatif.
Selanjutnya seorang debitur dapat
terjadi karena perikatan kwalitatif sehingga kewajiban memenuhi prestasi dari
debitur dinamakan kewajiban kwalitatif, misalnya seorang pemilik baru dari
sebuah rumah yang oleh pemilik sebelumnya diikatkan dalam suatu perjanjian sewa
menyewa, terikat untuk meneruskan perjanjian sewa menyewa.
Dalam suatu perjanjian orang tidak
dapat secara umum mengatakan siapa yang berkedudukan sebagai kreditur/debitur
seperti pada perjanjian timbal balik (contoh jual beli). Si penjual adalah
kreditur terhadap uang harga barang yang diperjual belikan, tetapi ia
berkedudukan sebagai debitur terhadap barang (objek prestasi) yang perjualbelikan.
Demikian sebaliknya si pembeli berkedudukan sebagai debitur terhadap harga
barang kreditur atas objek prestasi penjual yaitu barang yang diperjualbelikan.
Ad. 3. Harta kekayaan
Harta kekayaan sebagai kriteria dari
adanya sebuah perikatan. Tentang harta kekayaan sebagai ukurannya
(kriteria) ada 2 pandangan yaitu :
Pandangan klasik : Suatu hubungan
dapat dikategorikan sebagai perikatan jika hubungan tersebut dapat dinilai
dengan sejumlah uang
Pandangan baru : Sekalipun suatu
hubungan tidak dapat dinilai dengan sejumlah uang, tetapi jika masyarakat atau
rasa keadilan menghendaki hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum akan
meletakkan akibat hukum pada hubungan tersebut sebagai suatu perikatan
Ad. 4. Prestasi (objek perikatan)
Prestasi adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan. Prestasi merupakan objek perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban
adalah suatu beban yang ditanggung oleh seseorang yang bersifat
kontraktual/perjanjian (perikatan). Hak dan kewajiban dapat timbul apabila
terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan pada suatu kontrak atau
perjanjian (perikatan). Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian
itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada
keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi).
Selanjutnya kewajiban tidak selalu
muncul sebagai akibat adanya kontrak, melainkan dapat pula muncul dari
peraturan hukum yang telah ditentukan oleh lembaga yang berwenang. Kewajiban
disini merupakan keharusan untuk mentaati hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht)misalnya
mempunyai sepeda motor wajib membayar pajak sepeda motor, dll
Bentuk-bentuk prestasi (Pasal 1234
KUHPerdata) :
Memberikan sesuatu;
Berbuat sesuatu;
Tidak berbuat sesuatu
Memberikan sesuatu misalnya pemberian
sejumlah uang, memberi benda untuk dipakai (menyewa), penyerahan hak milik atas
benda tetap dan bergerak. Berbuat sesuatu misalnya membangun rumah. Tidak
melakukan sesuatu misalnya A membuat perjanjian dengan B ketika menjual
apotiknya, untuk tidak menjalankan usaha apotik dalam daerah yang sama. Ketiga
prestasi diatas merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur.
Ketiga prestasi diatas mengandung 2
unsur penting :
Berhubungan dengan persoalan
tanggungjawab hukum atas pelaksanaan prestasi tsb oleh pihak yang berkewajiban
(schuld).
Berhubungan dengan pertanggungjawaban
pemenuhan tanpa memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban utk memenuhi
kewajiban tsb (Haftung)
Syarat-syarat prestasi :
Tertentu atau setidaknya dapat
ditentukan;
Objeknya diperkenankan oleh hukum;
Dimungkinkan untuk dilaksanakan
Schuld adalah kewajiban debitur untuk
membayar utang sedangkan haftung adalah kewajiban debitur membiarkan harta
kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan
hutangnya apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar hutang tersebut.
Setiap kreditur mempunyai piutang
terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih hutang piutang tersebut.
Di dalam ilmu pengetahuan hukum perdata, disamping hak menagih hutang
(vorderingsrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya
maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada
debitur itu (verhaalsrecht).
C. Tempat pengaturan perikatan
1. Buku III KUHPerdata
Sistematikanya :
a) Bagian umum
:
1) Bab I
Perikatan pada umumnya
2) Bab II Perikatan
yang timbul dari perjanjian
3) Bab III
Perikatan yang timbul dari UU
4) Bab IV Hapusnya
perikatan
b) Bagian khusus
1) Bab V Jual beli
dst …. BAB XVII
2) Bab XVIII
Perdamaian
2. Jika ketentuan bagian umum
bertentangan dengan ketentuan khusus, maka yang dipakai adalah ketentuan yang
khusus.
D. Sistem Hukum Perikatan
Sistem hukum perikatan adalah terbuka.
Artinya, KUHPerdata memberikan kemungkinkan bagi setiap orang mengadakan bentuk
perjanjian apapun, baik yang telah diatur dalam undang-undang, peraturan khusus
maupun perjanjian baru yang belum ada ketentuannya. Sepanjang tidak
bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat hukumnya adalah, jika
ketentuan bagian umum bertentangan dengan ketentuan khusus, maka yag dipakai
adalah ketentuan yang khusus, misal: perjanjian kos-kosan, perjanjian kredit,
dll.
Pasal 1320 KUHPerdata mengatur tentang
syarat sahnya perjanjian yaitu :
Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya; (tidak ada paksaan, tidak ada keleiruan dan tidak ada penipuan)
Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan ; (dewasa, tidak dibawah pengampu)
Suatu hal tertentu (objeknya jelas,
ukuran, bentuk dll)
Suatu sebab yang halal; (tidak
bertentangan dengan ketertiban, hukum/UU dan kesusilaan)
Bagaimana jika Pasal 1320 KUHPerdata
tersebut dilanggar ?
Suatu perjanjian yang mengandung cacat
pada subjeknya yaitu syarat : 1). sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan
2) kecakapan untuk bertindak, tidak selalu menjadikan perjanjian tersebut
menjadi batal dengan sendirinya (nietig) tetapi seringkali hanya memberikan
kemungkinan untuk dibatalkan (vernietigbaar), sedangkan perjanjian yang cacat
dalam segi objeknya yaitu : mengenai 3) segi “suatu hal tertentu” atau 4)
“suatu sebab yang halal” adalah batal demi hukum.
Artinya adalah jika dalam suatu
perjanjian syarat 1 dan 2 dilanggar baru dapat dibatalkan perjanjian tersbeut
setelah ada pihak yang merasa dirugikan mengajukan tuntutan permohonan
pembatalan ke pengadilan. Dengan demikian perjanjian menjadi tidak sah.
Lain hal jika syarat 3 dan 4 yang
dilanggar maka otomatis perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum walaupun
tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Maka dapat disimpulkan suatu
perjanjian dapat terjadi pembatalan karena :
Dapat dibatalkan, karena diminta
oleh pihak untuk dibatalkan dengan alas an melanggar syarat 1 dan 2 pasal 1320
KUHPerdata.
Batal demi hukum, karena melanggar
syarat 3 dan 4 pasal 1320 KUHPerdata
E. Sifat Hukum Perikatan
Sebagai hukum pelengkap/terbuka, dalam
hal ini jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka para pihak dapat
mengesampingkan ketentuan dalam undang-undang.
Konsensuil, dalam hal ini dengan
tercapainya kata sepakat di antara para pihak, maka perjanjian tersebut telah
mengikat.
Obligatoir, dalam hal ini sebuah
perjanjian hanya menimbulkan kewajiban saja, tidak menimbulkan hak milik. Hak
milik baru berpindah atau beralih setelah dilakukannya penyerahan atau
levering.
F. Isi Perikatan
Dalam hal ini berkaitan prestasi.
Suatu prestasi harus memenuhi syarat-syarat . Adapun syarat-syarat prestasi
sebagai berikut :
Tertentu atau setidaknya dapat
ditentukan (prestasi tertentu)
Dimungkinkan untuk dilaksanakan
(prestasi tidak disyaratkan harus mungkin dipenuhi)
Objeknya diperkenankan oleh hukum
(prestasi yang halal)
Ad. 1. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata
tentang syarat-syarat sahnya perjanjian mengatur tentang prestasi
tertentu yaitu yang ke 3 “hal tertentu” (een bepaalde onderwerp), yang
maksudnya tidak lain adalah bahwa objek perikatan yaitu prestasi dan objeknya
prestasinya (zaak = benda) harus tertentu. Sedangkan apa yang dimaksud dengan
tertentu dalam Pasal 1333 KUHPerdata memberikan penjabarannya lebih lanjut.
Disana ditentukan paling tidak, jenis barangnya harus sudah tertentu, sedangkan
mengenai jumlahnya asal nantinya dapat ditentukan atau dihitung. Kalau dipenuhi
syarat tersebut, maka dianggaplah bahwa objek prestasinya sudah tertentu. Ini
berlaku pada perikatan yang lahir dari perjanjian. Sedangkan perikatan yang
lahir undang-undang sudah ditentukan dengan pasti prestasinya (sudah tertentu).
Sebagaimana diketahui tentang
“tertentu”, tidaklah harus disyaratkan ditentukan secara rinci dalam semua
seginya. Bahwa semula prestasi itu “belum tertentu” tidak apa-apa karena
syaratnya asal kemudian dapat ditentukan (bepaaldbaar bukan bepaald). Penegasan
lebih lanjut yang membuat prestasi menjadi tertentu bisa para pihak itu
sendiri, bisa juga pihak ke 3 (Pasal 1465 KUHPerdata), bisa juga keputusan
hakim (1356, 1601 KUHPerdata) atau dalam keadaan lain, misalnya pada jual beli
dengan ketentuan harga pasar pada saat penyerahan.
Ad. 2. Disini yang paling penting dan
yang dapat dipakai sebagai ukuran adalah apakah kreditur itu tahu bahwa debitur
tidak bisa memenuhinya ? Kalau kreditur tahu, bahwa itu memang tidak miungkin
maka kita boleh menganggap bahwa kreditur tidak memperhitungkan kewajiban
prestasi dengan serius (niet ernstig bedoel) dan karenanya perikatan itu batal,
demikian ditafisrkan oleh pengadilan-hakim). Lain halnya kalau debitur tidak
tahu, bahwa prestasi itu tidak mungkin terpenuhi. Dalam hal—dalam bayangan
kreditur—isi perjanjian adalah sesuatu yang mungkin, kemudian ternyata dalam
pelaksanaannya adalah tidak mungkin, maka debitur tetap harus bertanggungjawab
untuk membayar ganti rugi kepada kreditur.
Ad. 3. Disini berkaitan dengan syarat
sahnya perjanjian Pasal 1320 ke 4 yaitu suatu perjanjian tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (lihat juga
Pasal 1337 KUHPerdata). Jika bertentangan dengan ketentuan diatas maka
perikatan tersebut batal demi hukum.
CONTOH KASUS :
A. Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza
(PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan
untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara
persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota
Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT
surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas
888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama
Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu,
pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan
Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga
sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa
menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP,
tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran
disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan
pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan
dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya
agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah
dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga
tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan
menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah
membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda
pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali
di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.
Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum
pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin
seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.
Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang
ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak
membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan
itu.
Pihak pengelola SDP menutup COMBI
Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di
Pengadilan Negeri Surabaya.
B. Konsep Hukum Perdata Tentang
Perikatan (Perjanjian)
1. Macam-macam Perikatan
Berdasarkan KHU Perdata, macam-macam
perikatan diuraikan sebagai berikut :
1. Perikatan
Bersyarat
Suatu perikatan yang digantungkan pada
suatu kejadian dikemudian hari yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.
Sehingga perjanjian seperti ini akan terjadi jika syarat-syarat yang ditentukan
itu terjadi.
2. Perikatan
dengan ketetapan waktu
Suatu perikatan yang pelaksanaannya
ditangguhkan sampai pada waktu yang ditentukan. Sehingga segala kewajiban oleh
pihak yang terikat tidak dapat ditagih sebelum waktu yang diperjanjikan itu
tiba.
3. Perikatan
Alternatif
Suatu perikatan yang mana debitor
dalam memenuhi kewajibannyadapat memilih salah satu diantara yang telah
ditentukan.
4. Perikatan
Tanggung-menanggung
Dimana beberapa orang bersama-sama
sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan
atau sebaliknya.
5. Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dimana setiap debitor
hanya bertanggungjawab sebesar bagiannya terhadap pemenuhan prestasinya.
6. Perikatan
dengan ancaman hukuman
Suatu perikatan dimana seseorang untuk
jaminan pelaksanaan diwajibkan melakukan sesuatu jika perikatan itu tidak
dipenuhi.
2. Berakhirnya Perikatan
Undang-undang menyebutkan ada sepuluh
macam cara terhapusnya perikatan, yaitu antara lain :
Karena pembayaran, pembaharuan hutang,
penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penitipan, kompensasi atau perjumpaan
hutang, percampuran hutang, pembebasan hutang, hapusnya barang yang dimaksudkan
dalam perjanjian, pembatalan perjanjian, akibat berlakunya syarat pembatalan
dan sudah lewat waktu.
3. Sistem pengaturan hukum perikatan
Sistem pengaturan hukum perikatan
adalah bersifat terbuka, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan
perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam UU. Hal ini
dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 yang
berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari ketentuan pasal ini
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menemukan isi perjanjian dan
bebas menetukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dalam menentukan suatu perikatan, maka
tidak boleh melakukan perbuatan yang melawan hukum. Sebagaimana dalam H.R. 1919
yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai berikut :
1.
Melanggar hak orang lain
2.
Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku yang dirumuskan dalam UU
3.
Bertentangan dengan kesusilaan
4.
Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat, aturan
kecermatan ini menyangkut aturan-aturan yang mencegah orang lain terjerumus
dalam bahaya dan aturan-aturan yang melarang merugikan orang lain ketika hendak
menyelenggarakan kepentinagn sendiri.
C. Analisis kasus
Setelah
pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk meramaikan
sekaligus berjualan di komplek pertokoan di pusat kota Surabaya, maka secara
tidak langsung PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) telah melaksanakan kerjasama
kontrak dengan Tarmin Kusno yang dibuktikan dengan membuat perjanjian
sewa-menyewa di depan Notaris. Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang
menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya
perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT SDP dan Tarmin Kusno
mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi
perjanjian.
Perjanjian tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena
perjanjian yang telah dilakukan oleh PT SDP dan Tarmin Kusno tersebut dianggap
sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW. Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu
hal tertentu;
4. Suatu
sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah
adanta kesepakatan, karena pihak PT SDP dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada
paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT
SDP yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Namun pada kenyataannya, Tarmin Kusno
tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT
SDP, dia tidak pernah peduli walaupun tagihan demi tagihan yang datang kepanya,
tapi dia tetap berisi keras untuk tidak membayarnya. Maka dari sini
Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan inilah pihak PT
SDP setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat
Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan
Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT SDP bisa dibenarkan. Dalam
pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah
behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan
dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk
menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si
berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga
jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT SDP
bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia
dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya
Delta Plaza